Rabu, 21 Mei 2008

Kebangkitan Notaris

SEMANGAT 100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL:

MEMBANGUN MARTABAT DAN MENJAGA KEDAULATAN BANGSA MELALUI PENDIDIKAN KENOTARIATAN DAN PROFESI NOTARIS

20 Mei 1908 sebagai tanggal lahirnya Budi Utomo dianggap sebagai hari kebangkitan nasional. Di tahun 2008 ini genap 100 tahun kita menapak hari yang bersejarah tersebut. Perlu menjadi renungan bersama, apakah Indonesia sudah benar-benar bangkit di era kemerdekaan ini. Kebangkitan nasional di era kemerdekaan membutuhkan peran dari seluruh elemen masyarakat, sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

Sementara itu globalisasi yang begitu cepat merupakan tantangan sekaligus berpengaruh secara signifikan terhadap semua dimensi kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, perlu ditanamkan sejak dini nasionalisme, antara lain dengan mempelajari dan menerapkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum, serta pedoman moral yang merupakan local genius bangsa Indonesia.

Institusi pendidikan merupakan institusi yang strategis dalam rangka mengajarkan nilai-nilai moral bangsa sebagaimana tercermin dalam Pancasila. Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan nasional sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945. Dengan penanaman nilai-nilai Pancasila, maka out put yang diharapkan adalah munculnya generasi penerus yang memiliki kecerdasan dan akhlak yang mulia.

Pada era reformasi ini, adanya supremasi hukum merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri, walaupun dalam realitasnya jalan ke arah itu masih membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang lebih dari semua elemen masyarakat yang ada di negeri ini. Di samping itu juga diperlukan partisipasi aktif dari aparat penegak hukum untuk kepentingan dimaksud, termasuk dalam hal ini adalah Notaris.

Notaris sebagai pejabat umum mempunyai kedudukan dan peran penting dalam mewujudkan kehidupan bangsa yang bermartabat dan berdaulat dalam nuansa kepastian hukum. Seiring dengan perkembangan kehidupan yang semakin modern yang diwarnai dengan meningkatnya hubungan-hubungan kontraktual antara sesama warga negara ataupun lembaga-lembaga sosial dan lembaga pemerintah, maka terasa sekali akan pentingnya jasa pelayanan Notaris, yaitu jasa pembuatan akta-akta notariil yang mampu memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut. Dengan perkataan lain, Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat), amat berkepentingan terhadap keberadaan Notaris yang menjunjung tinggi moralitas dan profesionalisme.

Tugas mulia yang diemban notaris tersebut tidak selamanya dapat berjalan dengan mulus, mengingat masih banyak ditemui permasalahan kenotariatan yang terus bermunculan. Permasalahan dimaksud terdapat pada semua jenjang kehidupan kenotariatan, baik sejak pendidikan, pengangkatan, pelaksanaan tugas sampai dengan pengawasan. Secara umum, beberapa contoh permasalahan kenotariatan itu dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Pertama, pada jenjang pendidikan upaya peningkatan kualitas telah banyak dilakukan, antara lain dengan mengangkat strata pendidikan kenotariatan ke jenjang Magister (S2). Hal ini belum cukup tanpa diikuti keseriusan pembenahan kualitas input, proses pendidikan maupun kurikulum. Pembenahan pendidikan kenotariatan harus segera dilakukan oleh semua Perguruan Tinggi Penyelenggara Program Magister Kenotariatan (MKn).

Kedua, pada jenjang pengangkatan, sejak adanya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan diikuti dengan sejumlah peraturan pelaksanaannya dirasakan oleh calon-calon Notaris bahwa persyaratan pengangkatan semakin berat dan mahal serta prosesnya pun semakin panjang dan lama.

Ketiga, pada jenjang pelaksanaan tugas, terdapat kecendrungan meningkatnya kasus-kasus yang menimpa Notaris, baik yang dipanggil aparat Kepolisian, Kejaksaan, sampai dengan menjadi terdakwa di Pengadilan. Pada umumnya kasus-kasus itu muncul karena lemahnya moral dan kualitas akta yang dibuatnya.

Keempat, pada jenjang pengawasan. Perubahan fundamental pengawasan Notaris dari semula oleh Pengadilan ke Majelis Pengawasan diharapkan mampu meningkatkan kinerja para Notaris. Namun demikian dalam kenyataannya keberadaan Majelis Pengawas belum didukung dengan sarana, prasarana, dan finansial yang memadahi sehingga menjadi kurang profesional.

Dari permasalahan tersebut dapat ditekankan bahwa permasalahan utamanya adalah masih belum banyaknya Notaris yang memiliki moralitas dan profesionalisme yang memadahi. Akibatnya malpraktik notaris masih sering kita jumpai, sehingga dapat menurunkan citra Notaris sebagai profesi mulia (nobel profession). Di samping itu, masih dirasakan adanya peraturan perundang-undangan di bidang kenotariatan yang secara filosofis dan sosilogis belum sejalan dengan misi yang diemban oleh profesi Notaris.

Pendidikan kenotariatan yang dilaksanakan oleh Program MKn dalam hal ini harus mengambil peran, karena merupakan awal dari lahirnya profesi Notaris. MKn harus mampu memberikan bekal ilmu kenotariatan dan juga pendidikan moral yang memadahi sehingga out put yang dihasilkan nanti adalah munculnya Notaris-Notaris yang memiliki integritas moral sekaligus profesionalisme yang tinggi.

Dalam rangka memberikan bekal profesionalisme inilah, Pendidikan Notariat di samping menekankan pada faktor keahlian (skill) yakni terkait dengan pembuatan akta, juga perlu didukung oleh penguasaan akan teori hukum sebagai bagian dari ilmu hukum (legal science) yang mempelajari hukum melalui pendekatan interdisipliner. Obyek teori hukum lebih luas dari dogmatika hukum, sehingga pertanyaan-pertanyaan teori hukum tidak bisa langsung dijawab melalui kerangka hukum positif. Notaris sebagai pejabat umum, dengan menguasai teori hukum dan lebih lanjut ke filsafat hukum akan dapat memecahkan masalah-masalah hukum yang perkembangannya lebih cepat daripada munculnya undang-undang yang mengatur perihal permasalahan hukum tertentu.

Penguasaan atas ilmu hukum yang meliputi aspek pembuktian berupa ilmu tentang akta dan teori hukum akan melahirkan perangkat ilmiah atau teori bidang ilmu berupa ilmu kenotariatan dengan kompetensi pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) yang memadahi.

Sementara dalam rangka memberikan bekal dan meningkatkan integritas moral, maka pendidikan moral dan etika perlu mendapatkan porsi yang cukup. Dengan kata lain di samping secara khusus melalui mata kuliah tersendiri, juga dapat diberikan melalui semua mata kuliah, yakni dengan memasukkan nilai-nilai moral pada saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Atas pemahaman terhadap permasalahan-permasalahan dimaksud dan sekaligus adanya komitmen untuk mewujudkan Notaris yang bermoral dan profesional, serta dalam rangka memperinganti hari Kebangkitan Nasional, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM bersama Ikatan Notaris Indonesia (INI) DIY menyelenggarakan Semiloka Nasional tentang Kebangkitan Pendidikan dan Profesi Notaris Sebagai Upaya Mengangkat Kembali Martabat dan Kedaulatan Bangsa Indonesia.

Adapun yang menjadi tujuan dari semiloka dimaksud adalah (1) meningkatkan kualitas pendidikan kenotariatan, baik dari aspek moralitas maupun profesionalisme Notaris, (2) menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang mengatur syarat-syarat dan mekanisme pengangkatan Notaris sehingga semakin efisien, efektif dan adil, (3) meningkatkan kinerja Notaris terutama pada aspek moral dan profesionalisme, dan (4) meningkatkan penyelenggaraan dan hasil pengawasan Notaris oleh Majelis Pengawas.

Melalui Semiloka ini diharapkan akan mampu memberikan kontribusi berupa penjagaan dan peningkatan komitmen setiap Perguruan Tinggi penyelenggara program MKn akan arti pentingnya Pendidikan Kenotariatan yang berkualitas, terutama dari aspek moralitas dan profesionalisme; penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan terutama yang terkait dengan pengangkatan Notaris, sehingga kebutuhan Notaris di Indonesia dapat tercukupi secara proporsional; memunculkan kesadaran akan arti pentingnya suatu gerakan nasional di kalangan Notaris untuk meningkatkan moralitas dan profesionalisme; dan terwujudnya pengawasan Notaris yang efektif dan efisien.

Melalui semangat kebangkitan nasional, marilah kita bersama-sama membangun insan Notaris Indonesia yang unggul di bidang keilmuan (science) dan keahlian (skill), serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral (values), antara lain sebagaimana yang terdapat dalam dasar negara dan falsafah bangsa Indonesia Pancasila. Hanya dengan memiliki dan berbekal pada kemampuan inilah, kalangan Notaris Indonesia akan dapat memberikan kontribusinya terhadap pembangunan nasional di bidang hukum, khususnya berkaitan pemberian alat bukti otentik berupa akta notariil bagi masyarakat terkait dengan adanya kejadian hukum dan perbuatan hukum yang berlangsung. Dengan demikian Notaris akan ikut berperan serta dalam menciptakan idealitas hukum berupa keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


1 komentar:

hary DK mengatakan...

contoh konkret malpraktik yang dilakukan oleh notaris apa saja,karena malpraktik yang dilakukan notaris apakah sebatas pelanggaran kode etik atau diskresi negatif atas pelayanannya,selain itu unsur untuk dikatakan malpraktik bagi notaris apa?mengingat kasus malpraktik notaris kurang terekspose dan dikaji,begitu juga dengan profesi lain semisal jaksa,hakim maupun advokat